Kamis, 10 Mei 2012

TUNTUTAN, TANTANGAN SEORANG GURU DAN CALON GURU DALAM PENERAPAN MANEJEMEN BERBASIS SEKOLAH


PROFESI KEPENDIDIKAN
TUNTUTAN, TANTANGAN SEORANG GURU  DAN CALON GURU DALAM PENERAPAN  MANEJEMEN BERBASIS SEKOLAH


OLEH:
                                 NAMA          :     I NYOMAN SUPARIARTA
                                 NIM              :     0814031019
                                 KELAS         :     A
                                 SEMESTER   :     V



JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa, dimana sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan negara maju adalah tersediannya sumber daya manusia yang terdidik dalam jumlah, jenis dan tingkat yang memadai. Oleh karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasionalnya.
Pendidikan selalu bertumpu pada suatu wawasan kesejahteraan, yakni pengalaman-pengalaman masa lampau, kenyataan dan kebutuhan mendesak masa kini, dan aspirasi serta harapan masa depan. Dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989  Pasal 1 telah ditetapkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang” (umar,2005).
Tantangan yang kini dihadapi oleh negara indonesia adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan?, Sementara dunia pendidikan indonesia masih dirundung masalah besar yakni; 1)mutu pendidikan yang masih rendah, 2)sistem pembelajaran diekolah-sekolah belum memadai, 3)krisis moral yang melanda bangsa indonesia, sedangkan tantangan memasuki melinium ketiga tidaklah main-main(suparmo,2002).
 Apabila dicermati, sistem pendidikan selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai sebab yang membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan ditanah air(uno,2008;83).
Reformasi pendidikanpun telah dikumandangkan disegala asfek pendidikan, dikeluarkannya undang-undang nomor 22 dan nomer 25 tahun 1999 tentang ketentuan otonomi daerah (mulyasa,2005;6) dan selain itu dikeluarkannya UU sekdinas No.20 tahun 2003 tentang peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidiakan(Rosyada,2004), membawa perubahan besar dalam pendidikan. Dengan adanya kebijakan ini, Sistem  Pendidikan ordo baru yang sentralistik telah diubah menjadi pendidikan  yang desentralisasi. Sistem desentralisai mengedepankan pemberian hak otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengatur pendidikan yang relevan didaerahnya, namun tetap berpatokan pada asas demokrasi. Untuk mendukung upaya tersebut, Manajemen berbasis sekolah   hadir sebagai paradigma baru dalam dunia pendidikan. Konsep dasar dari  MBS menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoprasikan sekolah. Adanya MBS akan berdampak pada kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam pengelolaan sekolah secara otonomi. Dengan penerapan MBS ini berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat profesionalisme dan menajerial(mulyasa,2005;28). Guru sebagai salah satu kunci dari keberasilan pendidikan di sekolah dituntut untuk memiliki  kedua hal tersebut yakni profesional dan manajerial. Timbul pertanyaan dari adanya hal diatas “apasaja tuntutan yang musti dihadapi oleh seorang guru maupun calon guru dalam penerapan MBS” dan “Bagaimana kiat yang dilaksanakan oleh seorang guru maupun calon guru dalam menghadapi tantangan dalam penerapan MBS”. Oleh karena hal itu penulis tertarik menulis makalah yang berjudul “Tuntutan, Tantangan Guru dan calon guru dalam penerapan Manejemen Berbasis Sekolah”

1.2.Rumusan masalah
1.2.1.      Apasaja tuntutan yang muncul dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)?
1.2.2.      Bagaimanakah kiat-kiat yang dilaksanakan oleh seorang guru maupun calon guru dalam mengatasi tantangan yang muncul dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)?

1.3.Tujuan penulisan
1.3.1.      Untuk mengetahui apasaja tuntutan yang muncul dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah.
1.3.2.      Untuk mengetahui bagaimanakah kiat-kiat yang dilaksanakan oleh seorang guru maupun calon guru dalam mengatasi tantangan yang muncul dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah.

1.4.Mamfaat Penulisan
1.4.1.       Mamfaat secara Teoritis
Secara teoritis makalah ini bermamfaat bagi pembaca dalam menambah pengetahuan menggenai tuntutan dan tantangan guru dalam penerapan manejemen berbasis sekolah

1.4.2.      Mamfaat secara Praktis
Secara praktis makalah ini bermamfaat bagi penulisan karyatulis selanjutnya dan dapat dijadikan sebagai literatur bagi penelitian.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.       Tuntutan guru maupun calon guru dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Secara leksikal, Manajemen berbasis sekolah(MBS) berasal dari tiga kata, yakni manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis diartikan dasar atau azas dan sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Jadi MBS dapat diartikan penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran dan pengajaran(nurkolis,2003)
MBS adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. MBS pada prinsifnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. MBS berpotensi untuk meningkatkan partisifasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajamen yang bertumpu pada sekolah(nurkolis,2003).
Tujuan utama dengan hadirnya MBS diindonesia adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Alasan diterapkannya  MBS menurut bank dunia dalam nurkolis,2003 antara lain alasan ekonomis, politis, profesional, finansial, prestasi siswa, akuntabilitas, dan efektifitas sekolah. Secara politis, MBS sebagai salah satu bentuk reformasi desentralisasi yang mendorong adanya partisifasi demokrasi dan kestabilan politik. Alasan ekonomis diterapkan  MBS adalah meningkatkan sumber daya sekolah. Alasan profesional MBS dibentuk untuk meningkatkan kinerja dari tenaha kerja sekolah, guru dan kepala sekolah secara profesional. Alasan secara finansial  MBS dibentuk untuk meningkatkan sumber pendanaan lokal. Alasan prestasi dengan MBS dapat meningkatkan prestasi siswa. Alasan akuntabilitas MBS dibentuk untuk meningkatkan akuntabilitas sekolah dalam peran serta para pihak yang pada pengelolaan sekolah tradisional lemah. Dan penerapan MBS juga menghujutkan sekolah yang efektif.
Manajemen berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku dari guru. Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah berpontensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat manjaerial dan profesional. Guru dalam penerapan MBS menurut Damin(2008). Guru dapat mengambil peranan dengan cara berpastisifasi dalam hal sebagai berikut ini.
1.        Perencanaan program pembelajaran(planning Instructional Programs)
Meski guru-guru tetap dituntut berpikir secara alteratif dan laterar, perencanaan program pembelajaran yang runtut tetap sanggat dibutuhkan. Perencanaan Program Pembelajaran ini menyangkut substansi material, runtut material, tugas terstuktur dan mandir bagi siswa, standar capaian, instrumen evaluasi, dan sebagainya. Semua itu dijadikan acuan dasar kerja guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, praktik di laboratorium, dan program-program penunjang lainnya.
2.        Pengembangan program pembelajaran(Developing Instructiobal Programs)
Pada diri guru yang profesional akan muncul proses kreatif dala proses pembelajaran. Dengan kreativitas ini, perencanaan program menjadi acuan kerja yang dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan konteks pembelajaran berlangsung.
3.        Pemantauan Program Pembelajaran(Monitoring intructional Programs)
Progrm pembelajaran yang disusun diusahakan sedemikian rupa terhindar dari deviasi atau tidak lebih dari sebuah dokumen. Pemantoan atas program pembelajaran yang telah dibuat untuk menentukan apakah standar yang dibuat dapat diikuti secara taat asas dan juga kemampuan memodifikasinya pada tingkat pembelajaran riil.
4.        Peningkatan Mutu Program Pembelajaran(Imploving Instructional Programs)
Filosofi Kaizen adalah tidak ada kata berhenti membangun Mutu dan dalam kerangka itu tidak pula akan muncul lompatan yang cepat. Oleh karena itu perbaikan Mutu pembelajaran harus berfokus pada detail pembelajaran itu sendiri, seperti material pembelajaran, gaya mengajar guru, metode yang digunakan, media yang dipakai, instrumen evaluasi, pengaturan ruangan, buku-buku, penugasan untuk siswa, dan analisis hasil evaluasi.
Manajemen berbasis sekolah diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sebagai implementasi dari penerapan desentralisasi pendidikan. Masalah yang muncul  dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional, yakni  guru dituntut berkualitas yang mampu mewujudkan kinerja profesional, modern, dalam nuansa pendidikan dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan berada dalam lindungan kepastian hukum(Surya,2007).
Ani, mengutip pendapat Akadum dalam anonim,2010. Menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.
 Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru menurut anonim,2010. disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Realitanya sekarang  menunjukan bahwa mutu guru di indonesia dinilai masih memperhatikan. Data balitbang Depdiknas(1999) dalam kunandar(2007) menunjukan dari peserta tes calon guru PNS setelah melakukan tes bidang study ternyata sekornya rendah. Dari 6.164 calon guru biologi rata-rata skornya hanya 44,96 ;dari 369 calon guru kimia ketika dites rata-tara skornya hanya 43,55;dari 7.558 calon guru bahasa inggris rata-rata skornya 37,57 ;dari 7.863 calon guru matematika rata-rata skornya hannya 27,67 ;dan dari 1.164 calon guru fisika ketika dites rata-rata skornya hanya 27,35. Data balitbang depdipnas tahun 2001 juga menunjukan guru SD yang layak mengajar hanya 38 persen dari 1.141.168 guru se indonesia. Input guru di indonesia menurut data tersebut adalah sangat rendah. (kompas,25 januhari 2004 dalam kunandar 2007).
Selain itu Dalam catatan MONE (2001) seperti yang dikutip Supriyoko, , di SD ada 25.697.810 siswa dengan 1.128.475 guru; di SMP ada 7.584.707 siswa dengan 463.864 guru; di SM ada 4.872.451 siswa dengan 354.648 guru. Dengan demikian, di SD, tiap guru rata-rata membimbing 23 siswa; di SMP tiap guru rata-rata membimbing 17 siswa; dan di Sekolah Menengah setiap guru rata-rata membimbing 14 siswa. Dari data itu, secara umum jumlah guru di Indonesia sebenarnya memadai. Namun, dalam realitasnya banyak sekolah kekurangan guru. Sebagai ilustrasi, tidak hanya SD di luar Pulau Jawa, tetapi juga di Pulau Jawa masih kekurangan banyak guru. Satu SD “nonparalel” yang idealnya memiliki tujuh guru kenyataannya hanya memiliki dua atau tiga guru.
Ketika sampai pada tataran profesionalitas guru, secara objektif mutu guru kita masih rendah. Balitbang Depdiknas(anonim,2010) pernah membuat laporan, dari seluruh guru SD ternyata hanya sekitar 30 persen yang layak mengajar di kelas. Guru SMP dan SLTA pada dasarnya sama meski dengan proporsi berbeda. Guru MI, MTs, dan MA kondisinya lebih parah, pernyataan Direktur Jenderal Bimbingan Pendidikan Agama Islam (Dirjen Bagais) Departemen Agama (Depag) Qodri Azizy , dia mengatakan bahwa Kualifikasi guru madrasah dari jenjang ibtidaiyah hingga aliyah yang tidak sesuai kualifikasi mencapai 49 persen. Bagian terbesar ketidakkualifikasian itu ada di tingkat ibtidaiyah atau setingkat SD, yakni mencapai lebih dari 60 persen. Secara akademis, banyak guru tidak berkualifikasi mengajar, misalnya, lulusan Sekolah Menegah mengajar SD dan MI, lulusan D II mengajar SMP dan MTs, dan lulusan D III mengajar Sekolah Menengah serta MA. Kondisi seperti itu diperparah dengan kurang optimalnya motivasi mengajar sebagian guru. Kualitas guru yang rendah dan profesionalisme yang kurang memadai adalah kombinasi sempurna guna menghasilkan lulusan yang kurang cerdas. Realitas inilah yang terjadi di negara kita bertahun-tahun.
Tugas dan peran gurupun semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Apalagi kini guru harus menyikapi tantangan globalisasi yang muncul. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampui perkembangan ilmu dan tehnologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru disekolah diharapkan mampu mengasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi yang tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi(kunandar,2007). Sehingga ada beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme (kunandar,2007) meliputi;
1.        Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat dan mendasar. Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan resfonsif, arif dan bijaksana. Resposif artinya guru harus bisa mengusai dengan baik produk iptek, terutama berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti pembelajaran menggunakan media.
2.        Krisis moral yang melanda bangsa dan negara indonesia. Akibat dari pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai tradisional yang menjunjung tinggi moralitas kini telah bergeser.contohnya; pengaruh dari hiburan baik dari media cetak maupun elektronik menjurus remaja ke arah pergaulan bebas dan materialisme.
3.        Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat.
4.        Krisis identitas sebagai bangsa dan negara indonesia.
5.        Adanya perdagangan bebas.
 Undang-undang nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen(Surya,2007) merupakan satu landasan konstitusional yang sekaligus sebagai payung hukum yang memberikan jaminan bagi para guru dan dosen secara profesional, sejahtera, dan terlindungi. Undang-undang guru sangat diperlukan dengan tujuan: (1) mengangkat harkat citra dan martabat guru, (2) meningkatkan tanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing, dan manajer pembelajaran, (3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru secara optimal, (4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru, (5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan, (6) mendorong peran serta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.
Beberapa substansi UU Guru dan Dosen yang bernilai “pembaharuan” untuk mendukung profesionalitas dan kesejahteraan guru  dalam Surya(2007) antara lain yang berkenaan dengan:
  1. Kualifikasi dan kompetensi guru: yang mensyaratkan kualifikasi akademik guru minimal lulusan S-1 atau Diploma IV, dengan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
  2. Hak guru: yang berupa penghasilan di atas kebutuhann hidup minimum berupa gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsionmal, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru. (pasal 15 ayat 1)
  3. Kewajiban guru; untuk mengisi keadaan darurat adanya wajib kerja sebagai guru bagi PNS yang memenuhi persyaratan.
  4. Pengembangan profesi guru; melalui pendidikan guru yang lebih berorientasi pada pengembangan kepribadian dan profesi dalam satu lembaga pendidikan guru yang terpadu.
  5. Perlindungan; guru mendapat perlindungan hukum dalam berbagai tindakan yang merugikan profesi, kesejahteraan, dan keselamatan kerja.
Sebagai satu bentuk reformasi dan inovasi, kelahiran UU guru dan dosen ini  akan memberikan peluang sekaligus tantangan yang akan dihadapi oleh subyek-subyek terkait. Sebagai peluang, guru akan memperoleh jaminan dalam mewujudkan otonomi pedagogis yang merupakan hak azasinya sebagai unsur utama pendidikan sehingga dapat berkinerja secara profesional dan lebih optimal dengan dukungan kualitas kesejahteraan dan perlindungan hukum yang memadai(Surya,2007). Disamping itu guru berpeluang untuk memperoleh jaminan sebagai warga negara dengan segala hak dan kewajibannya dalam suasana lingkungan kerja yang kondusif dalam pengembangan karir baik profesi maupun pribadi.
Untuk menghujutkan hal tersebut ada 11 hal kritis yang musti dijadikan pertimbangan oleh pemerintah dalam upaya mengurangi benang kusut dalam pendidikan dalam rangka menata pendidikan dimasa yang akan datang,  ada 11 isu menurut uno,2008;134-139,yakni;
1.        Guru harus profesional
2.        perubahan atas kesalahan pendidikan
3.        Kelayakan mengajar dan kesejahtraan guru
4.        Efiseinsi pemampatan anggaran pendidikan
5.        Depolitisasi kebijakan pendidikan
6.        Rektruktulisasi organisasi
7.        Kenaikan gaji guru atau PNS yang direncanakan naik 200 % seiring dengan ditetapkannya undang-undang guru dan dosen, perlu disebutkan dari jajaran guru dan dosen mengingat hal ini akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan dan meningkatkan kualitas guru-guru di sekolah.
8.        Memposisikan pejabat pendidikan adalah mereka yang profesional.
9.        Rekrutmen tenaga guru harus profesional dan kompeten
10.    Memberikan tunjangan layak hidup bagi guru yang masuk purnatugas
11.    Mengarahkan siswa ke arah pendidikan yang sesuai dengan kompetensinya.
Dari sebelas poin isu pendidikan diatas terlihat pada poin 1, 3,7,9,dan 10 adalah tuntutan yang muncul bagi guru khususnya.
Semua peluang tersebut apabila dapat terwujud akan membuat para guru berkinerja secara profesional dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan dalam lingkungan kerja yang kondusif, serta jaminan kepastian karir yang lebih prospektif. Namun semua peluang itu tidak serta merta akan terwujud karena guru ditantang untuk mampu berkinerja sesuai dengan tuntutan undang-undang. Guru harus memenuhi standar profesi baik dalam bentuk kualifikasi maupun kompetensi sebagaimana telah ditetapkan dalam undang-undang dan harus senantiasa meningkatkan mutu profesionalnya melalui berbagai cara dan kesempatan. Guru ditantang untuk dapat melaksanakan semua tuntutan undang-undang berkenaan dengan kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi. Hak untuk memperoleh kesejahteraan dan jaminan hanya mungkin terwujud apabila yang bersangkutan mampu memenuhi kewajibannya sebagai tantangan dari tuntutan undang-undang.
2.2.       Kiat-Kiat Yang Dilaksanakan Guru Dalam Mengatasi Tantangan Yang Muncul  Dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Kiat-kiat yang dilakukan adalah seorang guru maupun calon guru dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah guru harus memiliki dan mengembangkan profesionalsimenya baik sebagai pengajar maupun sebagai pendidik, serta ikut serta dalam meningkatkan mutu dalam pengembangan program pembelajaran.
Seorang guru maupun calon guru bisa dikatakan profesional apabila ia memiliki dan mengembangkan  kompetensi-kompetensi yang dimikikinya. Kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanaan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak(Barlow dalam Uno,2008). Kewajiban disini dimaksud adalah kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Dengan demikian, kompetensi guru merupakan kapasitas internal yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Ada 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru  maupun seorang calon guru menurut Djam’an ,2007.yakni;
1.        Kompetensi profesional
Kompetensi profesional artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas dari subject matter (bidang studi) yang akan di ajarkan serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep teoritis mampu memilih metode dalam proses belajar mengajar. Ada 4 komponen kompetensi-kompetensi  profesional guru yang musti dikembangkan menurut copper dalam djam’an(2007) yaitu:(a)mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia,(b)mempunyai pengetahuan dan mengusai bidang study yang dibidanginya,(c)mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibidangnya; dan (d)mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar. Sedangkan menurut (johnson, 1980) mencakup(a)penguasaan materi pembelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan yang diajarkannya(b)penguasaan dari pengahayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, dan (c)penguasaan proses-proses kependidikan, keguruaan pembelajaran siswa. Untuk memenuhi komponen kompetensi tersebut menurut Djam’an(2007),  Guru harus mengembangkan kemampuannya, dalam;
1)        Penguasaan bahan bidang studi adalah kemampuan guru dalam menguasai bahan dari bidang studi yang digelutinya.ada dua hal yang harus dikuasai(a)menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah(b)menguasai bahan pendalaman pendalaman/aplikasi bidang studi.
2)        Pengelolaan program belajar mengajar adalah kemampuan adalah kemampuan mengelola program belajar mengajar menyangkut kemampuan merumuskan tujuan instruksional, kemampuan mengenal dan menggunakan metode mengajar, kemampuan memilih dan menyusun prosedur intruksional yang tepat, kemampuan melaksanakan program belajar mengajar, kemampuan mengenal potensi perseta didik, serta kemampuan merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
3)        Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru dalam merancang, menata dan mengatur sumber-sumber belajar, agas sesuai suasana pengajaran yang efektif dan efisien.
4)        Pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar adalah kemapuan menciptakan kondisi belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien.
5)        Penguasaan landasan-landasan kependidikan adalah kemampuan dalam mempelajari konsep, masalah pendidikan dan pengajaran, mengenal fungsi sekolah dan lembaga masyarakat dan mengenal kharakteristik peserta didik.
6)        Mampu menilai prestasi belajar mengajar adalah kemampuan mengukur perubahan tingkah laku peserta didik dan kemampuan mengukur perubahan kemahiran dirinya dalam mengajar dan membuat program.
7)        Mempunyai pemahaman tentang prinsif-prinsif pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah adalah kemampuan guru dalam pengelolaan sekolah dalam artian membantu kepala sekolah dalam menghadapi berbagai kegiatan pendidikan lainnya yang digariskan kurikulum(nawawi,1989 dalam djam’an,2007)
8)        Mempunyai metode berfikir adalah mempunyai penguasaan tentang metode berfikir ilmiah secara umum.
9)        Meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi profesional adalah kemapuan mengembangkan dirinya agar wawasannya menjadi luas sehingga dapat mengikuti perubahan dan perkembangan profesinya yang didasari oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
10)    Terampil memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik adalah kemampuan guru dalam teknik bimbingan mengajar ditujukan terhadap peserta didiknya.
11)    Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan adalah guru harus mengikuti perkembangan dalam pendidikan dan pengajaran terutama hal-hal yang menyangkut pelaksanaan tugas-tugas pokoknya disekolah.
12)    Mampu memahami kharakteristik peserta didik adalah guru dituntut memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang ciri-ciri dan perkembangan peserta didik, lalu menyesuaikan bahan yang akan diajarkan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
13)    Mampu menyelenggarakan administrasi sekolah adalah guru mempunyai kempuan dalam bidang administrasi yang nantinya dipakai dalam penyelenggaraan administrasi di sekolah.
14)    Mempunyai wawasan tentang inovasi pendidikan adalah kemampuan yang dimiliki seorang guru sebagai inovator atau agen perubahan maka guru perlu memiliki wawasan yang memadai mengenai bebagai inovasi dan teknologi pendidikan yang pernah dikemabangkan pada jenjang pendidikan.
15)    Berani mengambil keputusan adalah kemampuan guru dalam mengambil tindakan tersendiri bagi peserta didik sehingga tidak terjadi kebimbangan-kebimbangan dan siswapun tidak menjadi korban dari kebimbangan itu.
16)    Memahami kurikulum dan perkembangannya adalah kemampuan guru dalam pemahaman konsep-konsep dasar dan langkah-langkah pokok dalam pengembangan kurikulum.
17)    Mampu bekerja berencana dan terprogram adalah kemapuan guru berkerja secara teratur, tahap demi tahap, tampa menghilangkan kreatifitasnya.
18)    Mampu menggunakan waktu secara tepat adalah kemampuan guru dalam membuat program kegiatan dalam proses belajar mengajar dengan durasi dan frekuensi yang tepat sehingga tidak membosankan.
2.        Kompetensi personal
Kompetensi personal artinya sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Kompetensi keperibadian guru mencangkup sikap(attidude), nilai-nilai(value), keperibadian(personality) sebagai elemen pelaku(behaviour) dalam kaitannya dengan perfomence yang ideal sesuai dengan bidang pekerjaan yang dilandasi oleh latar belakang pendidikan, peningkatan kemampuan dan pelatihan, serta legalitas kewenangan mengajar. Dalam hal ini berarti guru memiliki kepribadian yang pantas diteladani mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu “ Ing Ngarsa Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”.
3.        Kompetensi sosial
Kompetensi sosial artinya guru harus menunjukkan atau mampu berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru atau kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
4.        Kemampuan untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya yang berarti mengutamakan nilai kemanusiaan daripada nilai material.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Grasser dalam Uno (2008). Menurut Grasser  ada empat hal yang harus di kuasai oleh guru, yakni
a)      Menguasai bahan pelajaran
b)      Kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa
c)      Kemampuan melaksanakan proses pengajaran
d)     Kemampuan mengukur hasil belajar siswa
Sementara itu Nana Sudjana dalam uno(2008), telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1.      Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual , seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan, serta kemampuan umum lainya.
2.      Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya, sikap menghargai pekerjaan, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesame teman profesina, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaanya.
3.      Kompetensi perilaku/performance, artinya kemampuan guru dalam berbagai ketrampilan/berprilaku, seperti ketrampilan mengajar,  membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, ketrampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, ketrampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain.
Untuk memenuhi kompetensi-kompetensi tersebut seorang guru dituntut memenuhi persyaratan profesi. Syarat-syarat profesional guru meliputi;
1.        Persyaratan physik. Persyaratan secara fisik adalah kesehatan jasmani, artinya seorang guru atau calon guru sebelum dia melaksanakan tugasnya dituntut sehat secara jasmani.
2.        Persyaratan psikis. Persyaratan secara fsikis adalah kesehatan rohani guru, artinya guru sebelum menjalankan tugasnnya dia haruslah sehat secara rohani
3.        Persyaratan mental. Persyaratan mental adalah  seorang guru memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi , mencintai profesinya, penuh pengabdian dan berdedukasi yang baik pada tugas jabatannya.
4.        Persyaratan moral. persyaratan moral adalah persyaratan yang dimiliki oleh guru secara kepribadiannya. Dalam persyaratan ini guru dituntut berpribadi arif dan bijaksana, dijadikan sebagai suri teladan, dijadikan insan yang digugu perkataannya dan ditiru perbuatannya.
5.        Persyaratan intelektual. Persyaratan intelektual adalah persyaratan akademik dari seorang guru meliputi; pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan.
Selain memiliki dan mengembangkan profesionalsimenya baik sebagai pengajar maupun sebagai pendidik. Seorang guru dituntut harus mampu menggambil peranan, terutama dibidang mengambil keputusan.
Untuk mengambil peranan ini guru dapat menggunakan kemampuannya sebagai menejer dalam proses belajar mengajar. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar merupakan aktifitas yang sangat penting dalam proses pendidikan di sekolah. Disinilah guru dan siswa berinteraksi dalam rangka transfer ilmu dan pengetahuan kepada siswa. Keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di kelas. Oleh karena itu, guru menurut  Sudrajat,2009. diharapkan dapat:
1.      Menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa
2.      Mengembangkan model pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)  
3.      Memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar
4.      Memanfaatkan lingkungan dan sumber daya lain di luar sekolah sebagai sumber belajar
5.      Pemanfaatan laboratorium untuk pemahaman materi
6.      Mengembangkan evaluasi belajar untuk 3 ranah (cognitif, afektif, psikomotorik)
7.      Mengembangkan bentuk evaluasi sesuai dengan materi pokok
8.      Mengintegrasikan life skill dalam proses pembelajaran
9.      Menumbuhkan kegemaran membaca



BAB IV
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa, dimana sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan negara maju adalah tersediannya sumber daya manusia yang terdidik dalam jumlah, jenis dan tingkat yang memadai. Sistem  Pendidikan ordo baru dindonesia yang sentralistik telah diubah menjadi pendidikan  yang desentralisasi. Sistem desentralisai mengedepankan pemberian hak otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengatur pendidikan yang relevan didaerahnya, namun tetap berpatokan pada asas demokrasi. Untuk mendukung upaya tersebut, Manajemen berbasis sekolah   hadir sebagai paradigma baru dalam dunia pendidikan. Konsep dasar dari  MBS menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoprasikan sekolah. Adanya MBS akan berdampak pada kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam pengelolaan sekolah secara otonomi. MBS ini berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat profesionalisme dan menajerial. Guru dituntut untuk profesional dalam pelaksanaan MBS oleh karenanya guru ditantang untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi-kompetensi yang dimilikinya.
3.2. Saran
Penulis menyarankan agar para calon guru maupun guru untuk meningkatkan kemampuan kan kompetensi-kompetensi yang dimilikinya agar nantinya dapat mengatasi tantangan dan tuntutan yang muncul dalam penerapan MBS

DAFTAR PUSTAKA
Damin,sudarwan.2008.Visi Baru Manajemen Sekolah.jakarta:PT Bumi Aksara
Kunandar,2007.Guru Profesional(implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan/ktsp dan persiapan mengahapi sertifikasi guru).Jakarta:PT RAJAGRAFIDO PERSADA
Mulyasa,2005.Manajemen Berbasis Sekolah(konsep, strategi,metode).Bandung:
Nurkolis,2003.Manajemen Berbasis Sekolah(teory, model dan aplikasi).Jakarta:PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
PT Remaja Rosdakarya
Rosyada,2004.Paradigma Pendidikan Demokratis(sebuah model pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan).Jakarta:Kencana
Satori, Djam’an. 2007. Profesi Keguruan. Universitas Terbuka: Jakarta.
Sudrajat,Adjat. 2009. MBS Dalam Praktek. http:st290171.sitekno.com/?pg=articles&article=6259 diakses di Diposkan senin, 12 Oktober  2009 diakses pada 17 november 2010
Suparmo,dkk.2002.Revormasi pendidikan sebuah Rekomendasi.Yogyakarta:Kanisius
Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Uno,Hamzah B.2008.Profesi kependidikan.Jakarta:PT Bumi Aksara
Soetjipto, dkk, Mengurai Benang Kusut Pendidikan, 2003, Jakarta : Transformasi


Tidak ada komentar: