PROFESI KEPENDIDIKAN
TUNTUTAN, TANTANGAN SEORANG GURU DAN CALON GURU DALAM PENERAPAN MANEJEMEN BERBASIS SEKOLAH
OLEH:
NAMA : I NYOMAN SUPARIARTA
NIM : 0814031019
KELAS : A
SEMESTER : V
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Pendidikan merupakan
salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa, dimana sejarah menunjukan
bahwa kunci keberhasilan pembangunan negara maju adalah tersediannya sumber
daya manusia yang terdidik dalam jumlah, jenis dan tingkat yang memadai. Oleh
karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai
prioritas utama dalam program pembangunan nasionalnya.
Pendidikan
selalu bertumpu pada suatu wawasan kesejahteraan, yakni pengalaman-pengalaman
masa lampau, kenyataan dan kebutuhan mendesak masa kini, dan aspirasi serta
harapan masa depan. Dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 telah ditetapkan bahwa “pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang” (umar,2005).
Tantangan
yang kini dihadapi oleh negara indonesia adalah bagaimana meningkatkan kualitas
pendidikan?, Sementara dunia pendidikan indonesia masih dirundung masalah besar
yakni; 1)mutu pendidikan yang masih rendah, 2)sistem pembelajaran
diekolah-sekolah belum memadai, 3)krisis moral yang melanda bangsa indonesia,
sedangkan tantangan memasuki melinium ketiga tidaklah main-main(suparmo,2002).
Apabila dicermati, sistem pendidikan selama
ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai
sebab yang membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan ditanah
air(uno,2008;83).
Reformasi
pendidikanpun telah dikumandangkan disegala asfek pendidikan, dikeluarkannya
undang-undang nomor 22 dan nomer 25 tahun 1999 tentang ketentuan otonomi daerah
(mulyasa,2005;6) dan selain itu dikeluarkannya UU sekdinas No.20 tahun 2003
tentang peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pendidiakan(Rosyada,2004), membawa perubahan besar dalam pendidikan. Dengan
adanya kebijakan ini, Sistem Pendidikan
ordo baru yang sentralistik telah diubah menjadi pendidikan yang desentralisasi. Sistem desentralisai
mengedepankan pemberian hak otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengatur
pendidikan yang relevan didaerahnya, namun tetap berpatokan pada asas
demokrasi. Untuk mendukung upaya tersebut, Manajemen berbasis sekolah hadir sebagai paradigma baru dalam dunia
pendidikan. Konsep dasar dari MBS
menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga
administrasi dalam mengoprasikan sekolah. Adanya MBS akan berdampak pada
kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam pengelolaan sekolah
secara otonomi. Dengan penerapan MBS ini berpotensi meningkatkan gesekan
peranan yang bersifat profesionalisme dan menajerial(mulyasa,2005;28). Guru
sebagai salah satu kunci dari keberasilan pendidikan di sekolah dituntut untuk memiliki
kedua hal tersebut yakni profesional dan
manajerial. Timbul pertanyaan dari adanya hal diatas “apasaja tuntutan yang
musti dihadapi oleh seorang guru maupun calon guru dalam penerapan MBS” dan
“Bagaimana kiat yang dilaksanakan oleh seorang guru maupun calon guru dalam
menghadapi tantangan dalam penerapan MBS”. Oleh karena hal itu penulis tertarik
menulis makalah yang berjudul “Tuntutan,
Tantangan Guru dan calon guru dalam penerapan Manejemen Berbasis Sekolah”
1.2.Rumusan masalah
1.2.1.
Apasaja tuntutan yang
muncul dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)?
1.2.2.
Bagaimanakah kiat-kiat
yang dilaksanakan oleh seorang guru maupun calon guru dalam mengatasi tantangan
yang muncul dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)?
1.3.Tujuan penulisan
1.3.1. Untuk
mengetahui apasaja tuntutan yang muncul dalam penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah.
1.3.2. Untuk
mengetahui bagaimanakah kiat-kiat yang dilaksanakan oleh seorang guru maupun
calon guru dalam mengatasi tantangan yang muncul dalam penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah.
1.4.Mamfaat Penulisan
1.4.1. Mamfaat
secara Teoritis
Secara teoritis makalah
ini bermamfaat bagi pembaca dalam menambah pengetahuan menggenai tuntutan dan
tantangan guru dalam penerapan manejemen berbasis sekolah
1.4.2. Mamfaat
secara Praktis
Secara
praktis makalah ini bermamfaat bagi penulisan karyatulis selanjutnya dan dapat
dijadikan sebagai literatur bagi penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Tuntutan
guru maupun calon guru dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Secara
leksikal, Manajemen berbasis sekolah(MBS) berasal dari tiga kata, yakni
manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber
daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis diartikan dasar atau azas
dan sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan
memberikan pelajaran. Jadi MBS dapat diartikan penggunaan sumber daya yang
berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran dan
pengajaran(nurkolis,2003)
MBS
adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.
MBS pada prinsifnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari
birokrasi yang sentralistik. MBS berpotensi untuk meningkatkan partisifasi
masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajamen yang bertumpu pada
sekolah(nurkolis,2003).
Tujuan
utama dengan hadirnya MBS diindonesia adalah untuk meningkatkan efisiensi,
mutu, dan pemerataan pendidikan. Alasan diterapkannya MBS menurut bank dunia dalam nurkolis,2003
antara lain alasan ekonomis, politis, profesional, finansial, prestasi siswa,
akuntabilitas, dan efektifitas sekolah. Secara politis, MBS sebagai salah satu
bentuk reformasi desentralisasi yang mendorong adanya partisifasi demokrasi dan
kestabilan politik. Alasan ekonomis diterapkan
MBS adalah meningkatkan sumber daya sekolah. Alasan profesional MBS
dibentuk untuk meningkatkan kinerja dari tenaha kerja sekolah, guru dan kepala
sekolah secara profesional. Alasan secara finansial MBS dibentuk untuk meningkatkan sumber
pendanaan lokal. Alasan prestasi dengan MBS dapat meningkatkan prestasi siswa.
Alasan akuntabilitas MBS dibentuk untuk meningkatkan akuntabilitas sekolah
dalam peran serta para pihak yang pada pengelolaan sekolah tradisional lemah.
Dan penerapan MBS juga menghujutkan sekolah yang efektif.
Manajemen
berbasis sekolah menuntut perubahan-perubahan tingkah laku dari guru.
Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah berpontensi meningkatkan gesekan peranan
yang bersifat manjaerial dan profesional. Guru dalam penerapan MBS menurut
Damin(2008). Guru dapat mengambil peranan dengan cara berpastisifasi dalam hal
sebagai berikut ini.
1.
Perencanaan program
pembelajaran(planning Instructional
Programs)
Meski
guru-guru tetap dituntut berpikir secara alteratif dan laterar, perencanaan
program pembelajaran yang runtut tetap sanggat dibutuhkan. Perencanaan Program
Pembelajaran ini menyangkut substansi material, runtut material, tugas
terstuktur dan mandir bagi siswa, standar capaian, instrumen evaluasi, dan
sebagainya. Semua itu dijadikan acuan dasar kerja guru dalam pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas, praktik di laboratorium, dan program-program penunjang
lainnya.
2.
Pengembangan program
pembelajaran(Developing Instructiobal
Programs)
Pada diri guru yang profesional akan
muncul proses kreatif dala proses pembelajaran. Dengan kreativitas ini,
perencanaan program menjadi acuan kerja yang dapat dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan dan konteks pembelajaran berlangsung.
3.
Pemantauan Program
Pembelajaran(Monitoring intructional
Programs)
Progrm
pembelajaran yang disusun diusahakan sedemikian rupa terhindar dari deviasi
atau tidak lebih dari sebuah dokumen. Pemantoan atas program pembelajaran yang
telah dibuat untuk menentukan apakah standar yang dibuat dapat diikuti secara
taat asas dan juga kemampuan memodifikasinya pada tingkat pembelajaran riil.
4.
Peningkatan Mutu Program
Pembelajaran(Imploving Instructional
Programs)
Filosofi
Kaizen adalah tidak ada kata berhenti
membangun Mutu dan dalam kerangka itu tidak pula akan muncul lompatan yang
cepat. Oleh karena itu perbaikan Mutu pembelajaran harus berfokus pada detail
pembelajaran itu sendiri, seperti material pembelajaran, gaya mengajar guru,
metode yang digunakan, media yang dipakai, instrumen evaluasi, pengaturan
ruangan, buku-buku, penugasan untuk siswa, dan analisis hasil evaluasi.
Manajemen
berbasis sekolah diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sebagai
implementasi dari penerapan desentralisasi pendidikan. Masalah yang muncul dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan
nasional, yakni guru dituntut
berkualitas yang mampu mewujudkan kinerja profesional, modern, dalam nuansa
pendidikan dengan dukungan kesejahteraan yang memadai dan berada dalam
lindungan kepastian hukum(Surya,2007).
Ani,
mengutip pendapat Akadum dalam anonim,2010. Menyatakan dunia guru masih
terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya
memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil
kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah
gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru
masih rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang
menyebabkan rendahnya profesionalisme guru menurut anonim,2010. disebabkan oleh
antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.
Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis
untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru
sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh
adanya perguruan tinggi sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa
mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru
yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru
dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti
sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Realitanya
sekarang menunjukan bahwa mutu guru di
indonesia dinilai masih memperhatikan. Data balitbang Depdiknas(1999) dalam
kunandar(2007) menunjukan dari peserta tes calon guru PNS setelah melakukan tes
bidang study ternyata sekornya rendah. Dari 6.164 calon guru biologi rata-rata
skornya hanya 44,96 ;dari 369 calon guru kimia ketika dites rata-tara skornya
hanya 43,55;dari 7.558 calon guru bahasa inggris rata-rata skornya 37,57 ;dari
7.863 calon guru matematika rata-rata skornya hannya 27,67 ;dan dari 1.164
calon guru fisika ketika dites rata-rata skornya hanya 27,35. Data balitbang
depdipnas tahun 2001 juga menunjukan guru SD yang layak mengajar hanya 38
persen dari 1.141.168 guru se indonesia. Input guru di indonesia menurut data
tersebut adalah sangat rendah. (kompas,25 januhari 2004 dalam kunandar 2007).
Selain itu Dalam
catatan MONE (2001) seperti yang dikutip Supriyoko, , di SD ada 25.697.810
siswa dengan 1.128.475 guru; di SMP ada 7.584.707 siswa dengan 463.864 guru; di
SM ada 4.872.451 siswa dengan 354.648 guru. Dengan demikian, di SD, tiap guru
rata-rata membimbing 23 siswa; di SMP tiap guru rata-rata membimbing 17 siswa;
dan di Sekolah Menengah setiap guru rata-rata membimbing 14 siswa. Dari data
itu, secara umum jumlah guru di Indonesia sebenarnya memadai. Namun, dalam
realitasnya banyak sekolah kekurangan guru. Sebagai ilustrasi, tidak hanya SD
di luar Pulau Jawa, tetapi juga di Pulau Jawa masih kekurangan banyak guru.
Satu SD “nonparalel” yang idealnya memiliki tujuh guru kenyataannya hanya
memiliki dua atau tiga guru.
Ketika
sampai pada tataran profesionalitas guru, secara objektif mutu guru kita masih
rendah. Balitbang Depdiknas(anonim,2010) pernah membuat laporan, dari seluruh
guru SD ternyata hanya sekitar 30 persen yang layak mengajar di kelas. Guru SMP
dan SLTA pada dasarnya sama meski dengan proporsi berbeda. Guru MI, MTs, dan MA
kondisinya lebih parah, pernyataan Direktur Jenderal Bimbingan Pendidikan Agama
Islam (Dirjen Bagais) Departemen Agama (Depag) Qodri Azizy , dia mengatakan
bahwa Kualifikasi guru madrasah dari jenjang ibtidaiyah hingga aliyah yang
tidak sesuai kualifikasi mencapai 49 persen. Bagian terbesar
ketidakkualifikasian itu ada di tingkat ibtidaiyah atau setingkat SD, yakni
mencapai lebih dari 60 persen. Secara akademis, banyak guru tidak
berkualifikasi mengajar, misalnya, lulusan Sekolah Menegah mengajar SD dan MI,
lulusan D II mengajar SMP dan MTs, dan lulusan D III mengajar Sekolah Menengah
serta MA. Kondisi seperti itu diperparah dengan kurang optimalnya motivasi
mengajar sebagian guru. Kualitas guru yang rendah dan profesionalisme yang
kurang memadai adalah kombinasi sempurna guna menghasilkan lulusan yang kurang
cerdas. Realitas inilah yang terjadi di negara kita bertahun-tahun.
Tugas
dan peran gurupun semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan tehnologi. Apalagi kini guru harus menyikapi tantangan globalisasi yang
muncul. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu
mengimbangi bahkan melampui perkembangan ilmu dan tehnologi yang berkembang
dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru disekolah diharapkan mampu mengasilkan
peserta didik yang memiliki kompetensi yang tinggi dan siap menghadapi
tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang
tinggi(kunandar,2007). Sehingga ada beberapa tantangan globalisasi yang harus
disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme (kunandar,2007) meliputi;
1.
Perkembangan ilmu
pengetahuan yang begitu cepat dan mendasar. Dengan kondisi ini guru harus bisa
menyesuaikan diri dengan resfonsif, arif dan bijaksana. Resposif artinya guru
harus bisa mengusai dengan baik produk iptek, terutama berkaitan dengan dunia
pendidikan, seperti pembelajaran menggunakan media.
2.
Krisis moral yang
melanda bangsa dan negara indonesia. Akibat dari pengaruh iptek dan globalisasi
telah terjadi pergeseran nilai-nilai tradisional yang menjunjung tinggi
moralitas kini telah bergeser.contohnya; pengaruh dari hiburan baik dari media
cetak maupun elektronik menjurus remaja ke arah pergaulan bebas dan
materialisme.
3.
Krisis sosial, seperti
kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam
masyarakat.
4.
Krisis identitas
sebagai bangsa dan negara indonesia.
5.
Adanya perdagangan
bebas.
Undang-undang nomor 14 tahun 2006 tentang Guru
dan Dosen(Surya,2007) merupakan satu landasan konstitusional yang sekaligus
sebagai payung hukum yang memberikan jaminan bagi para guru dan dosen secara
profesional, sejahtera, dan terlindungi. Undang-undang guru sangat diperlukan
dengan tujuan: (1) mengangkat harkat citra dan martabat guru, (2) meningkatkan
tanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing,
dan manajer pembelajaran, (3) memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru
secara optimal, (4) memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap
profesi guru, (5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan, (6)
mendorong peran serta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.
Beberapa
substansi UU Guru dan Dosen yang bernilai “pembaharuan” untuk mendukung
profesionalitas dan kesejahteraan guru
dalam Surya(2007) antara lain yang berkenaan dengan:
- Kualifikasi dan kompetensi guru:
yang mensyaratkan kualifikasi akademik guru minimal lulusan S-1 atau
Diploma IV, dengan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
- Hak guru: yang berupa penghasilan
di atas kebutuhann hidup minimum berupa gaji pokok, tunjangan yang melekat
pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsionmal, tunjangan khusus, dan
maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru. (pasal 15
ayat 1)
- Kewajiban guru; untuk mengisi
keadaan darurat adanya wajib kerja sebagai guru bagi PNS yang memenuhi
persyaratan.
- Pengembangan profesi guru; melalui
pendidikan guru yang lebih berorientasi pada pengembangan kepribadian dan
profesi dalam satu lembaga pendidikan guru yang terpadu.
- Perlindungan; guru mendapat
perlindungan hukum dalam berbagai tindakan yang merugikan profesi,
kesejahteraan, dan keselamatan kerja.
Sebagai satu bentuk reformasi dan
inovasi, kelahiran UU guru dan dosen ini
akan memberikan peluang sekaligus tantangan yang akan dihadapi oleh
subyek-subyek terkait. Sebagai peluang, guru akan memperoleh jaminan dalam
mewujudkan otonomi pedagogis yang merupakan hak azasinya sebagai unsur utama
pendidikan sehingga dapat berkinerja secara profesional dan lebih optimal
dengan dukungan kualitas kesejahteraan dan perlindungan hukum yang
memadai(Surya,2007). Disamping itu guru berpeluang untuk memperoleh jaminan
sebagai warga negara dengan segala hak dan kewajibannya dalam suasana
lingkungan kerja yang kondusif dalam pengembangan karir baik profesi maupun
pribadi.
Untuk
menghujutkan hal tersebut ada 11 hal kritis yang musti dijadikan pertimbangan
oleh pemerintah dalam upaya mengurangi benang kusut dalam pendidikan dalam
rangka menata pendidikan dimasa yang akan datang, ada 11 isu menurut uno,2008;134-139,yakni;
1.
Guru harus profesional
2.
perubahan atas
kesalahan pendidikan
3.
Kelayakan mengajar dan
kesejahtraan guru
4.
Efiseinsi pemampatan anggaran
pendidikan
5.
Depolitisasi kebijakan
pendidikan
6.
Rektruktulisasi
organisasi
7.
Kenaikan gaji guru atau
PNS yang direncanakan naik 200 % seiring dengan ditetapkannya undang-undang
guru dan dosen, perlu disebutkan dari jajaran guru dan dosen mengingat hal ini
akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan dan meningkatkan kualitas
guru-guru di sekolah.
8.
Memposisikan pejabat
pendidikan adalah mereka yang profesional.
9.
Rekrutmen tenaga guru
harus profesional dan kompeten
10. Memberikan
tunjangan layak hidup bagi guru yang masuk purnatugas
11. Mengarahkan
siswa ke arah pendidikan yang sesuai dengan kompetensinya.
Dari
sebelas poin isu pendidikan diatas terlihat pada poin 1, 3,7,9,dan 10 adalah
tuntutan yang muncul bagi guru khususnya.
Semua peluang tersebut apabila dapat
terwujud akan membuat para guru berkinerja secara profesional dengan dukungan
kesejahteraan yang memadai dan dalam lingkungan kerja yang kondusif, serta
jaminan kepastian karir yang lebih prospektif. Namun semua peluang itu tidak
serta merta akan terwujud karena guru ditantang untuk mampu berkinerja sesuai
dengan tuntutan undang-undang. Guru harus memenuhi standar profesi baik dalam
bentuk kualifikasi maupun kompetensi sebagaimana telah ditetapkan dalam
undang-undang dan harus senantiasa meningkatkan mutu profesionalnya melalui
berbagai cara dan kesempatan. Guru ditantang untuk dapat melaksanakan semua
tuntutan undang-undang berkenaan dengan kewajiban profesionalnya sesuai dengan
kode etik profesi. Hak untuk memperoleh kesejahteraan dan jaminan hanya mungkin
terwujud apabila yang bersangkutan mampu memenuhi kewajibannya sebagai
tantangan dari tuntutan undang-undang.
2.2.
Kiat-Kiat
Yang Dilaksanakan Guru Dalam Mengatasi Tantangan Yang Muncul Dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Kiat-kiat
yang dilakukan adalah seorang guru maupun calon guru dengan penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah guru harus memiliki dan mengembangkan profesionalsimenya baik
sebagai pengajar maupun sebagai pendidik, serta ikut serta dalam meningkatkan
mutu dalam pengembangan program pembelajaran.
Seorang guru maupun calon guru bisa dikatakan profesional apabila ia memiliki dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dimikikinya. Kompetensi
guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanaan kewajiban-kewajiban secara
bertanggung jawab dan layak(Barlow dalam Uno,2008). Kewajiban disini dimaksud
adalah kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Dengan demikian,
kompetensi guru merupakan kapasitas internal yang dimiliki guru dalam
melaksanakan tugas profesinya. Ada 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru maupun seorang calon guru menurut
Djam’an ,2007.yakni;
1.
Kompetensi profesional
Kompetensi
profesional artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas dari subject
matter (bidang studi) yang akan di ajarkan serta penguasaan metodologi dalam
arti memiliki konsep teoritis mampu memilih metode dalam proses belajar
mengajar. Ada 4 komponen kompetensi-kompetensi
profesional guru yang musti dikembangkan menurut copper dalam djam’an(2007)
yaitu:(a)mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia,(b)mempunyai
pengetahuan dan mengusai bidang study yang dibidanginya,(c)mempunyai sikap yang
tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang
dibidangnya; dan (d)mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar. Sedangkan
menurut (johnson, 1980) mencakup(a)penguasaan materi pembelajaran yang terdiri
atas penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan
yang diajarkannya(b)penguasaan dari pengahayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan, dan (c)penguasaan proses-proses kependidikan,
keguruaan pembelajaran siswa. Untuk memenuhi komponen kompetensi tersebut menurut
Djam’an(2007), Guru harus mengembangkan
kemampuannya, dalam;
1)
Penguasaan bahan bidang
studi adalah kemampuan guru dalam menguasai bahan dari bidang studi yang
digelutinya.ada dua hal yang harus dikuasai(a)menguasai bahan bidang studi dan
kurikulum sekolah(b)menguasai bahan pendalaman pendalaman/aplikasi bidang
studi.
2)
Pengelolaan program
belajar mengajar adalah kemampuan adalah kemampuan mengelola program belajar
mengajar menyangkut kemampuan merumuskan tujuan instruksional, kemampuan
mengenal dan menggunakan metode mengajar, kemampuan memilih dan menyusun
prosedur intruksional yang tepat, kemampuan melaksanakan program belajar
mengajar, kemampuan mengenal potensi perseta didik, serta kemampuan
merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
3)
Pengelolaan kelas
adalah keterampilan guru dalam merancang, menata dan mengatur sumber-sumber
belajar, agas sesuai suasana pengajaran yang efektif dan efisien.
4)
Pengelolaan dan
penggunaan media serta sumber belajar adalah kemapuan menciptakan kondisi
belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara
efektif dan efesien.
5)
Penguasaan landasan-landasan
kependidikan adalah kemampuan dalam mempelajari konsep, masalah pendidikan dan
pengajaran, mengenal fungsi sekolah dan lembaga masyarakat dan mengenal
kharakteristik peserta didik.
6)
Mampu menilai prestasi
belajar mengajar adalah kemampuan mengukur perubahan tingkah laku peserta didik
dan kemampuan mengukur perubahan kemahiran dirinya dalam mengajar dan membuat
program.
7)
Mempunyai pemahaman tentang
prinsif-prinsif pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah adalah
kemampuan guru dalam pengelolaan sekolah dalam artian membantu kepala sekolah
dalam menghadapi berbagai kegiatan pendidikan lainnya yang digariskan
kurikulum(nawawi,1989 dalam djam’an,2007)
8)
Mempunyai metode
berfikir adalah mempunyai penguasaan tentang metode berfikir ilmiah secara
umum.
9)
Meningkatkan kemampuan
dan menjalankan misi profesional adalah kemapuan mengembangkan dirinya agar
wawasannya menjadi luas sehingga dapat mengikuti perubahan dan perkembangan
profesinya yang didasari oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
10) Terampil
memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik adalah kemampuan guru
dalam teknik bimbingan mengajar ditujukan terhadap peserta didiknya.
11) Memiliki
wawasan tentang penelitian pendidikan adalah guru harus mengikuti perkembangan
dalam pendidikan dan pengajaran terutama hal-hal yang menyangkut pelaksanaan
tugas-tugas pokoknya disekolah.
12) Mampu
memahami kharakteristik peserta didik adalah guru dituntut memiliki pemahaman
yang lebih mendalam tentang ciri-ciri dan perkembangan peserta didik, lalu
menyesuaikan bahan yang akan diajarkan sesuai dengan karakteristik peserta
didik.
13) Mampu
menyelenggarakan administrasi sekolah adalah guru mempunyai kempuan dalam
bidang administrasi yang nantinya dipakai dalam penyelenggaraan administrasi di
sekolah.
14) Mempunyai
wawasan tentang inovasi pendidikan adalah kemampuan yang dimiliki seorang guru
sebagai inovator atau agen perubahan maka guru perlu memiliki wawasan yang
memadai mengenai bebagai inovasi dan teknologi pendidikan yang pernah
dikemabangkan pada jenjang pendidikan.
15) Berani
mengambil keputusan adalah kemampuan guru dalam mengambil tindakan tersendiri
bagi peserta didik sehingga tidak terjadi kebimbangan-kebimbangan dan siswapun tidak
menjadi korban dari kebimbangan itu.
16) Memahami
kurikulum dan perkembangannya adalah kemampuan guru dalam pemahaman
konsep-konsep dasar dan langkah-langkah pokok dalam pengembangan kurikulum.
17) Mampu
bekerja berencana dan terprogram adalah kemapuan guru berkerja secara teratur,
tahap demi tahap, tampa menghilangkan kreatifitasnya.
18) Mampu
menggunakan waktu secara tepat adalah kemampuan guru dalam membuat program
kegiatan dalam proses belajar mengajar dengan durasi dan frekuensi yang tepat
sehingga tidak membosankan.
2.
Kompetensi personal
Kompetensi
personal artinya sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumber
intensifikasi bagi subjek. Kompetensi keperibadian guru mencangkup
sikap(attidude), nilai-nilai(value), keperibadian(personality) sebagai elemen
pelaku(behaviour) dalam kaitannya dengan perfomence yang ideal sesuai dengan
bidang pekerjaan yang dilandasi oleh latar belakang pendidikan, peningkatan
kemampuan dan pelatihan, serta legalitas kewenangan mengajar. Dalam hal ini
berarti guru memiliki kepribadian yang pantas diteladani mampu melaksanakan
kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu “ Ing
Ngarsa Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”.
3.
Kompetensi sosial
Kompetensi
sosial artinya guru harus menunjukkan atau mampu berinteraksi sosial, baik
dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru atau kepala sekolah bahkan
dengan masyarakat luas.
4.
Kemampuan untuk
memberikan pelayanan sebaik-baiknya yang berarti mengutamakan nilai kemanusiaan
daripada nilai material.
Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Grasser dalam Uno (2008). Menurut
Grasser ada empat hal yang harus di
kuasai oleh guru, yakni
a) Menguasai
bahan pelajaran
b) Kemampuan
mendiagnosis tingkah laku siswa
c) Kemampuan
melaksanakan proses pengajaran
d) Kemampuan
mengukur hasil belajar siswa
Sementara itu Nana Sudjana dalam uno(2008),
telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1.
Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual
, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar,
pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi
kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan
tentang kemasyarakatan, serta kemampuan umum lainya.
2. Kompetensi
bidang sikap, artinya kesiapan dan
kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya.
Misalnya, sikap menghargai pekerjaan, mencintai dan memiliki perasaan senang
terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesame teman
profesina, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaanya.
3. Kompetensi
perilaku/performance, artinya
kemampuan guru dalam berbagai ketrampilan/berprilaku, seperti ketrampilan
mengajar, membimbing, menilai,
menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa,
keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, ketrampilan menyusun
persiapan/perencanaan mengajar, ketrampilan melaksanakan administrasi kelas dan
lain-lain.
Untuk
memenuhi kompetensi-kompetensi tersebut seorang guru dituntut memenuhi
persyaratan profesi. Syarat-syarat profesional guru meliputi;
1.
Persyaratan physik.
Persyaratan secara fisik adalah kesehatan jasmani, artinya seorang guru atau
calon guru sebelum dia melaksanakan tugasnya dituntut sehat secara jasmani.
2.
Persyaratan psikis.
Persyaratan secara fsikis adalah kesehatan rohani guru, artinya guru sebelum
menjalankan tugasnnya dia haruslah sehat secara rohani
3.
Persyaratan mental.
Persyaratan mental adalah seorang guru
memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi , mencintai profesinya, penuh
pengabdian dan berdedukasi yang baik pada tugas jabatannya.
4.
Persyaratan moral.
persyaratan moral adalah persyaratan yang dimiliki oleh guru secara
kepribadiannya. Dalam persyaratan ini guru dituntut berpribadi arif dan
bijaksana, dijadikan sebagai suri teladan, dijadikan insan yang digugu
perkataannya dan ditiru perbuatannya.
5.
Persyaratan
intelektual. Persyaratan intelektual adalah persyaratan akademik dari seorang
guru meliputi; pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan.
Selain
memiliki dan mengembangkan profesionalsimenya baik sebagai pengajar maupun
sebagai pendidik. Seorang guru dituntut harus mampu menggambil peranan,
terutama dibidang mengambil keputusan.
Untuk
mengambil peranan ini guru dapat menggunakan kemampuannya sebagai menejer dalam
proses belajar mengajar. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar merupakan
aktifitas yang sangat penting dalam proses pendidikan di sekolah. Disinilah
guru dan siswa berinteraksi dalam rangka transfer ilmu dan pengetahuan kepada
siswa. Keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat bergantung
pada apa yang dilakukan oleh guru di kelas. Oleh karena itu, guru menurut Sudrajat,2009.
diharapkan
dapat:
1.
Menciptakan
pembelajaran yang berpusat pada siswa
2.
Mengembangkan
model pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning)
3.
Memanfaatkan
perpustakaan sebagai sumber belajar
4.
Memanfaatkan
lingkungan dan sumber daya lain di luar sekolah sebagai sumber belajar
5.
Pemanfaatan
laboratorium untuk pemahaman materi
6.
Mengembangkan
evaluasi belajar untuk 3 ranah (cognitif, afektif, psikomotorik)
7.
Mengembangkan
bentuk evaluasi sesuai dengan materi pokok
8.
Mengintegrasikan
life skill dalam proses pembelajaran
9.
Menumbuhkan
kegemaran membaca
BAB IV
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pendidikan
merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa, dimana sejarah
menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan negara maju adalah tersediannya
sumber daya manusia yang terdidik dalam jumlah, jenis dan tingkat yang memadai.
Sistem Pendidikan ordo baru dindonesia
yang sentralistik telah diubah menjadi pendidikan yang desentralisasi. Sistem desentralisai
mengedepankan pemberian hak otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengatur
pendidikan yang relevan didaerahnya, namun tetap berpatokan pada asas
demokrasi. Untuk mendukung upaya tersebut, Manajemen berbasis sekolah hadir sebagai paradigma baru dalam dunia
pendidikan. Konsep dasar dari MBS
menuntut perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga
administrasi dalam mengoprasikan sekolah. Adanya MBS akan berdampak pada
kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam pengelolaan sekolah
secara otonomi. MBS ini berpotensi meningkatkan gesekan peranan yang bersifat
profesionalisme dan menajerial. Guru dituntut untuk profesional dalam
pelaksanaan MBS oleh karenanya guru ditantang untuk meningkatkan kemampuan dan
kompetensi-kompetensi yang dimilikinya.
3.2. Saran
Penulis menyarankan agar para
calon guru maupun guru
untuk meningkatkan kemampuan kan kompetensi-kompetensi yang dimilikinya agar
nantinya dapat mengatasi tantangan dan tuntutan yang muncul dalam penerapan MBS
DAFTAR PUSTAKA
Damin,sudarwan.2008.Visi Baru Manajemen Sekolah.jakarta:PT
Bumi Aksara
Kunandar,2007.Guru
Profesional(implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan/ktsp dan persiapan
mengahapi sertifikasi guru).Jakarta:PT RAJAGRAFIDO PERSADA
Mulyasa,2005.Manajemen
Berbasis Sekolah(konsep, strategi,metode).Bandung:
Nurkolis,2003.Manajemen Berbasis
Sekolah(teory, model dan aplikasi).Jakarta:PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
PT
Remaja Rosdakarya
Rosyada,2004.Paradigma Pendidikan Demokratis(sebuah model pelibatan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan).Jakarta:Kencana
Satori, Djam’an. 2007. Profesi Keguruan. Universitas Terbuka:
Jakarta.
Sudrajat,Adjat. 2009.
MBS Dalam Praktek. http:st290171.sitekno.com/?pg=articles&article=6259
diakses di Diposkan
senin, 12 Oktober 2009 diakses pada 17
november 2010
Suparmo,dkk.2002.Revormasi pendidikan sebuah Rekomendasi.Yogyakarta:Kanisius
Surya,
Mohamad.2007. Mendidik
Guru Berkualitas untuk Pendidikan Berkualitas diakses di http://bandono.web.id/2007/12/12/mendidik-guru-berkualitas-untuk-pendidikan-berkualitas.php
diposkan rabu 12 desember 2007 diakses pada 17 november 2010
Tirtarahardja, Umar.
2005. Pengantar Pendidikan (Edisi
Revisi). Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Uno,Hamzah
B.2008.Profesi kependidikan.Jakarta:PT
Bumi Aksara
Soetjipto,
dkk, Mengurai Benang Kusut Pendidikan, 2003, Jakarta : Transformasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar