Kamis, 10 Mei 2012

MACAM -MACAM TES PRESTASI BELAJAR


  1. PENGERTIAN TES TERTULIS
Tes tulis adalah tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada siswa dalam bentuk bahan tulisan. Tes tulis/tes hasil belajar digunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat konten atau materi tertentu. tes tertulis juga digunakan untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran dengan tujuan pendidikan dan pengajaran(Suyono.2008.)
  1. BENTUK-BENTUK TES
Telah dibicarakan sebelum ini bahwa di sekolah seringkali digunakan tes buatan guru (bukan standardized test). Ini disebut tes buatan guru (teacher made test). Tes yang dibuat oleh guru ini terutama menilai kemajuan siswa dalam hal pencapaian hal yang dipelajari.
Dalam hal ini kita bedakan atas dua bentuk tes, yaitu:
a.      Tes subyektif, yang pada umumnya berbentuk essay (uraian). Tes bentuk essay adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaanya didahului dengan kata-kata seperti: jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan dan sebagainya.
1)      Kebaikan-kebaikannya:
1.      Mudah disiapkan dan disusun.
2.      Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atas untung-untungan.
3.      Mendorong siswa untuk berani megemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus.
4.      Memberi kesempatan pada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
5.      Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
2)      Keburukan-keburukannya;
a)      Kadar validitasnya dan realibitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
b)      Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas).
c)      Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif.
d)     Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
e)      Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
3)      Petunjuk penyusunan
a)      Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
b)      Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau catatan.
c)      Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
d)     Hendaknya diusahaakan agar pertanyaan bervariasi antara”jelaskan” ”mengapa”, ”bagaimana”, ”seberapa jauh”, agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
e)      Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahamin oleh tercoba.
f)       Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun test. Untuk ini pernyataannya tidak boleh terlalu umum, tetapi harus spesifik.
Contoh:
Coba jelaskan tentang peringatan hari ulang tahun kemerdekaan RI.
Pertanyaan ini kurang spesipik. Sebaiknya ditambah penjelasan sehingga menjadi;
Coba jelaskan tentang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang diadakan dikabupaten tanggal 17 Agustus 1945yang lalu, Ceritakan mengenai;
a.       Pengaturan tempat.
b.      Pejabat dan undangan yang hadir.
c.       Acara peringatan.
d.      Atraksi yang disungguhkan.
e.       Hidangan yang diberikan.
b.      Tes obyektif
Tes obyektif adalah test yang didalam pemeriksaanya dapat dilakukan secara obyektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tes essay.
Dalam penggunaan tes obyektif jumlah soal yang diajukan lebih bannyak daripada tes essay. Kadang-kadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 buah soal.
1.      kebaikan-kebaikannya:
a)      Mengandung lebih banyak segi yang positif, misalnya lebih representative mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari capur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa.
b)      Lebih mudah dan cepat cara memereksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
c)      Pemeriksaan dapat diserahkan orang lain.
d)     Dalam pemereksaan tidak ada unsure subyektif yang mempengaruhi.
2.      kelemahan-kelemahannya:
a)      Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit dari pada tes essay karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
b)      Soal-soalnya cendrung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
c)      Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
d)     Kerjasama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
e)      persiapan untuk menyusunnya lebih mudah dai tes essay.
3.      cara mengatasi kelemahan :
a)      kesulitan menyusun tes obyektif dapat diatasi dengan  jalan banyak berlatih terus menerus hingga betul-betul mahir.
b)      Menggunakan table spesifikasi untuk mengatasi kelemahan nomor satu dan dua.
c)      Menggunaka norma (standar) penilaian yang memperhitungakan factor tebakan (guessing) yang bersifat spekulatif.

  1. MACAM-MACAM TEST OBYEKTIF
a.       Tes benar-salah (true false),
Soal tes ini berbentuk kalimat berita atau pertanyaan yang Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan (statement). Statement tersebut ada yang benar dan salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu dengan melingkari huruf B jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan melingkari huruf S jika pernyataan itu salah.
Contoh:
       -B - S        Tes bentuk obyektif banyak memberii peluang testee untuk bermain spekulasi.
Bentuk benar- salah ada 2 macam (dilihat dari segi mengerjakan/menjawab soal), yakni:
·        Dengan Pembetulan (with correction yaitu siswa diminta membetulkan bila a memilih jawaban yang salah).
·        Tanpa Pembetulan (without correction yaitu siswa hanya diminta melingkari huruf B atau S tana memeberikan jawaban yang betul ).
1)            Kebaikan tes Benar-Salah:
a)      Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak banyak memakan tempat karena biasanya pertanyaan-pertanyaan singkat saja.
b)      Mudah menyusunnya.
c)      Dapat dipergunakan berkali-kali.
d)     Dapat dilihat secara cepat dan obyektif.
e)      Petunjuk cara mengerjakannya mudah dimengerti.
f)       Mudah dan cepat dalam menilai
2)      Keburukannya:
a)      Sering membingungkan.
b)      Mudah ditebak/diduga.
c)      Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan benar atau salah.
d)     Hanya dapat mengungkap daya ingatan dan pengenalan kembali.
3)      Petunjuk penyusunannya:
a)      Tuliskan huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan menialai (scoring).
b)      Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus dijawab S. dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya: B-S-B-S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
c)      Hindari item yang masih bisa diperdebatkan, contohnya:
B-S. kekayaan lebih penting daripada kepandaiaan.
d)     Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
e)      Hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecendrungan memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah dan sebagainya.

4)      Cara mengolah skor:
Rumus untuk mencari skor akhir bentuk benar-salah ada 2 macam, yaitu:
a)      Dengan denda,
S = R - W
 
 


Keterangan:
S = skor yang diperoleh
R = right (jawaban yang benar)
W = wrong (jawaban yang salah)
Contoh: 
Jumlah soal tes = 20 soal
A menjawab betul 16 buah dan salah 4. Maka skor untuk A adalah :
16 – 4 = 12
Dengan menggunakan rumus seperti ini maka ada kemungkinan seorang siswa memperoleh skor negatif.

b)     Tanpa denda,
S = R - W
 
Rumus:


Yang dihitung hanya yang betul. (untuk soal yang tidak dikerjakan dinilai 0).



b.      Tes pilihan ganda (Multiple Choice Test)
Multiple Choice Test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan, atau Multiple Choice Test terdiri atas bagian keterangan(stem), dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor).
1)      Penggunaan tes pilihan ganda
Tes bentuk pilihan ganda (PG) ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling banyak digunakan karena banyak sekali materi yang dicakup.
Bentuk-bentuk soal yang digunakan di dalam EBTANAS maupun SPMB ada 4 variasi:
a)      Pilihan ganda biasa.
b)      Hubungan antar hal (pernyataan-SEBAB-pernyataan).
c)      Kasus (dapat muncul dalam berbagai bentuk).
d)     Diagram, gambar, table dan sebagainya.
e)      Asosiasi.
f)       Contoh soal bentuk asosiasi.
Petunjuk Pilihan.
(A)       Jika (1), (2), (3) betul 
(B)        Jika (1), dan (3) betul
(C)        Jika (2) dan (4)
(D)       Jika hanya (4) yang betul
(E)        Jika semuanya betul.
Soal :
Ditinjau dari tata bentuk kata, maka gabungan kata yang betul diantara empat gabungan kata berikut:
(1)         Perserikatan bangsa-bangsa 
(2)         Para alumnus
(3)         Suatu pemikiran-pemikiran
(4)         Dewan gereja.
Contoh soal bentuk hubungan antar  hal yang terdiri dari dua buah pernyataan dengan kata “sebab” diantara keduanya sudah disajikan sebagai contoh soal analisis.

2)      Petunjuk penyusunan
Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk benar-salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Tercoba (testee) diminta membenarkan atai menyalahkan setiap stem dengan tiap pilihan jawab. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah, tetapi ada kalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang akan diolah dengan computer banyaknya option diusahakan 4 buah).
Contoh:
Kambing dapat digolongakan sebagai:
a.       Kata sifat
b.      Kata bilangan
c.       Kata benda
d.      Kata kerja.
Cara menulis soal di atas adalah lebih baik daripada jika pilihan jawaban disusun ke samping.
Misalnya:
1.      She (go, going, went, has gone) to school yesterday.
2.      I have  (to be, was, been) working since early in the morning.
Hal demikian akan mempersukar dan mnghambat jalannya pemeriksaan. Cara mengatasinya ialah dengan menyediakan tempat tersendiri untuk menuliskan jawaban-jawaban itu.
Cara memilih jawaban dapat dilakukan dengan jalan:
a)            Mencoret kemungkinan jawaban yang tidak benar.
b)            Memberi garis bawah pada jawaban yang benar (dianggap benar).
c)      Melingkari atau memberi tanda kurung pada huruf  di depan jawaban yang diangagap benar , yang sering kita temui adalah melingkari huruf didepan jawaban yang dianggap benar.
d)     Membubuhkan tanda kali (X) atau tambah (+) di dalam kotak atau tanda kurung di depan jawaban yang telah disediakan.
e)      Menuliskan jawaban pada tempat yang telah disediakan.

3.hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tes pilihan ganda
a)      Intruksi pengerjaannya harus jelas, dan bila dipandang perlu baik disetai contoh mengerjakannya.
b)      Dalam multiple choice tes hanya ada “satu’ jawaban yang benar. Jadi tidak mengenal tinggkat-tingkatan benar, misalnya benar no satu, benar no dua dan sebagainya.
c)      Kalimat pokoknya hendaknya mencakup dan sesuai dengan rangkean manapun yang apat dipilih.
d)     Kalimat pada butir soal hendaknya sesingkat mungkin
e)      Usahakan menghindarkan penggunaan bentuk negative dan kalimat pokoknya.
f)          Kalimat pokoknya dalam setiap butir soal, hendaknya tidak tergantung pada butir-butir soal lain.
g)      Gunakan kata-kata; “manakah jawaban yang paling baik”,”pilihlah satu yang pasti lebih baik dari yang lain”,bilamana terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.
h)      Jangan membuanng bagian dari suatu kalimat.
Contoh:………kita sudah merdeka……..
Kita bekerjasama kita masing-masing.
a.       Andaikata…..maka
b.      Meskipun……boleh
c.       Negara…..maka
d.      Walapun……tidak seharusnya
e.       Tahun 19545…dan
i)        Dilihat ddari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu sukar.
j)        Tiap  butir soal hendaknnya hanya mengandung satu ide. Meskipun ide tersebut dapat kompleks.
k)      Bila dapat disusun urutan logis antar pilihan-pilihan,urutkanlah(misalnya:urutan tahun, urutan alpabet dan sebagainya).
l)        Susunlah agar jawaban manapun mempunyai keseuaian tata-bahasa dengan kalimat pokoknnya.
m)    Alternatif yang disajikan hendaknya agar seragam dengan panjangnya, sifat uraiannya maupun tarap teknis.
n)      Alternatif-alternatif yang disajikan hendaknnya agar besipat homogen mengenai isinya dan bentuknya.
o)      Buatlah jumlah alternatif pilihan ganda sebanyak empat. Bilamana terdapat kesukaran buatlah pilihan-pilihan tambahan untuk mencapai jumlah empat tersebut. Pilihan-pilihan tambahan hendaknnya jangan terlalu gampang diterka karena bentuknya ayau isi.
p)      Hindari pengulanagan suara atau penggulangan kata pada kalimat pokok di alternatif-altenatifnya, karena anak akan cenderung memilih alternative yang mengandung pengullangan tersebut. Hal ini disebabkan karena dapat diduga itulah jawaban yang benar.
q)      Hindarkan menggunakan susunan kalimat dalam buku pelajaran. Karena yang terungkap mungkin bukan pengertian bukan hapalannya.
r)       Alternative-altenatif hendaknya janngan tumpang-suh, jangan inklusif dan jangan sinononim.
s)       Jangan gunakan kata-kata indicator seperti selalu, kadang-kadang, pada umumnya.
4.                                                                                                                                                Cara mengolah skor
Untuk mengolah skor dalam tes bentuk pilihan ganda ini digunakan 2 macam rumus pola.
a)      Dengan denda,dengan rumus;
S=skornyang diperoleh(Raw Score)
R=jawaban yang betul
W=jawaban yang salah
O=banyak option
1+bilangan tetap.
 
 






                   3
Skor=17-             = 16
                  4-1
 
Contoh: Murid menjawab betul 17 soal dari 20 soal. Soal bentuk multiple choise ini dengan mengunakan option sebanyak 4 buah.
 




b)      Tanpa denda,dengan rumus;
S=R
 
 



c.       Menjodohkan (Matching Test)
1.      pengertian
Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokan, memasangkan atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pernyataan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai pertanyaaan dann satu seri jawaban.  Masing-masing pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaannya.
Contoh: pasangkanlah pertanyaan yang ada pada lajur kiri dengan yang ada pada lajur kanan dengan cara menempatkan huruf yang terdapat di muka pernyataan lajur kiri pada titik-titik yang disediakan di  lajur kanan.
a)      Transmigrasi……………………………….    1. masuknya
Penduduk dari Negara lain.
b)                                                                                                                                                                              Imigrasi …………………………………….    2. pindahnya
Penduduk ke Negara lain.
c)            Emigrasi……………………………………..   3. pindahnya penduduk dari desa ke kota.
……………………………….. 4. pindahnya penduduk antar pulau di dalam satu Negara.
Cara menjawabnya dapat ditulis lengkap nama kotanya :
Misalnya:
Jepang dengan ibukota     : Tokyo
Rusia dengan ibukota       : Moskwo
Tetapi dapat juga hanya menuliskan huruf yang ada di depan nama kota yang dipilihnya.
Misalnya:
1.      Jepang dengan ibukota           : (d)
2.      Rusia dengan ibukota             : (e)
Kiranya cara yang kedua ini lebih efisien, baik dipandang dari segi guru yang akan memeriksa pekerjaan tersebut.
Bentuk matching test ini dapat pula dipandang sebagai  multiple choice berganda.
2.      petunjuk penyusunanya
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:
a)      Seri pertanyaan dalam matching tes hendaknya tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu akan mengurangi homogenitas antara item-item itu. Jika itemnya cukup banyak dapat dijadikan dua seri.
b)      Jumlah jawaban yang harus dipilih harus lebih banyak daripada jumlah soalnya (kurang lebih satu setengah kali), dengan demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang senuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih memepergunakan pikirannya.
c)      Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching tes harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar hoomogen.
Misalnya:
Di sebelah kiri terdapat nama kota. Di sebelah kanan terdapat nama propinsi. Coba isi titik-titik yang tersedia di sebelah kiri dengan huruf di depan nama propinsi di mana kota tersebut berada.
1.      Cirebon                             a. Jawa Timur
2.      Semarang                          b. Jawa Barat
3.      Surabaya                           c. Jawa Tengah
4.      Makasar                             d. Bali
5.      Denpasar                           e. Sulawesi Selatan
S = R
 
Cara mengolah skor: dihitung

Artinya , skor terakhir dihitung jawaban yang benar saja.


d.      Tes Isian (Completion Test)
1)      Pengertian
Completion Test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion Test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini adalah pengertian yang kita minta dari murid.
Contoh:
-          Colombus menemukan benua Amerika pada tahun………
Ada juga completion test yang tidak berbentuk kalimat-kalimat pendek seperti di atas, tetapi merupakan kalimat-kalimat yang berangkai dan memuat banyak isian.
Misalnya:
-          Di mulut, makanan dikunyah dan dicampur dengan………..(1) yang mengandung………(2)berguna untuk menghancurkan……..(3) kemudian di telan melalui……..(4) dan seterusnya.
Jawaban-jawaban tidak perlu ditulis ditempat yang dikosongkan, sebab cara demikian akan menyukarkan pemeriksanya. Tetapi sediakanlah tempat tersendiri dengan nomor urut ke bawah. Oleh karena itu dalam membuat soal, tempat-tempat isian harus diberi nomor seperti di atas.
Contoh tempat jawaban:
1.      ………….
2.      ………….
3.      ………….
4.      ………….
Dengan demikian akan mempermudah dan mempercepat waktu pemeriksaannya. Perlu diperhatikan bahwa dalam menyusun soal-soal melengkapi, jangan lupa memberikan “kunci pembuka” untuk dapatnya soal-soal itudikerjakan.
Misalnya:
…………….menemukan………….pada tahun………
Soal di atas adalah tidak memberikan kunci pembuka. Oleh karena itu, tidak dapat dikerjakan atau dapat dikerjakan dengan berbagai macam jawaban.  Tetapi dengan membubuhkan completion test, Columbus di bagian muka menjadi tegas jawabannya.
S = R
 
Cara scoring

Sama dengan matching.

2)      Petunjuk penyusunan
Saran –saran dalam menyusun tes bentuk isian iini adlah sebagai berikut:
a)      Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
b)      Jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada buku/catatan.
c)      Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
d)     Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
e)      Jangan mulai dengan tempat kosong.
Misalnya:
Ibukota Indonesia adalah ………..(lebih baik)
………adalah ibukota Indonesia (kurang baik)

3)      Bagaimanakah digunakan tes subyektif?
Tes bentuk essay digunakan apabila:
a)      Kelompok yang akan tes kecil dan tes itu tidak akan digunakan berulang-ulang.
b)      Tester (guru) ingin menggunakan berbagai cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bentuk tertulis.
c)      Guru ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap-sikap siswa daripada hasil yang telah dicapai.
d)     Memiliki waktu yang cukup banyak untuk menyusun tes.

4)      Bilamanakah digunakan tes obyektif ?
a)      Kelomok yang akan di tes besar dan tesnya akan digunakan lagi berkali-kali.
b)      Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya(mempunyai reliabilitas yang tinggi)
c)      Guru lebih mamppu menyusun tes bentuk obyektif daripada tes bentuk essay (uraian)
d)      Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk menyusun tes.
Pada umunya , guru seyogyanya menggunakan dua macam bentuk tes ini dalam perbandingan 3:1, yaitu 3 bagian untuk tes obyektif dan 1 untuk tes uraian.

  1. PENGUKURAN RANAH AFEKTIF
Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal ) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubhan sikap seseorang  memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.
Di dalam Petunjukk Pelaksanaan Penilaian Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) disebutkan bahwa penilaian ranah kognitif bertujuan mengukur pengembangan penalaran sedangkan tujuan penilaian afektif adalah:
a.       Untuk mendaptkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.
b.      Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didiknya yang dicapai yang antara lain diperlukan sebgai bahan bagi: perbaikan tingkah laku anak didiknya, pemberian laporan kepada orang tua dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
c.       Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dari kemampuan serta karakteristik anak didik.
d.      Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.

Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penialaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Sebagai contoh, siswa bukan dituntut untuk mengetahui sebab-sebab dibentuknya BPUPKI, tetapi bagaiman sikapnya pembentukan BPUPKI  tersebut.
Pertanyaan afektif tidak menuntut jawab, benar atau salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap dan internalisasi nilai.

Pertanyaan:
“bangsa Indonesia dijajah oleh                                   SS   S   TS   STS    BL
 Belanda kurang lebih tiga setengah abad
 karena kurangnya persatuan.”

Keterangan:
SS = sangat setuju; S = setuju; TS = tidak setuju; STS = sangat tidak setuju; BL = Blangko

Pertanyaan ini bukan mengukur sikap tetapi pengetahuan, mengapa?
Sebab apabila anak mengisi TS dapat diketahui bahwa ia tidak tahu bahwa bangsa Indonesia dijajah tiga setengah abad atau karean kurangnya persatuan.

Setuju/tidak setuju menunjukkan: benar/salah.

Sebelum mekukan penilaian terhadap aspek afektif, sama halnya dengan mengukur aspek kognitif, guru diharapkan mendaftar materi yang dicakup dihubungkan dengan TIU dan TIK-nya. Sebagai pengganti TIU adalah yang disebut sebagai nilai dasar. Di dalam PSPB nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah hasil jabaran dari konsep daasar yang tercantum dalam GBHN 1983, yang kemudian dituangkan menjadi dasar kebijaksanaan  pokok tentang PSPB .
Jenis-jenis skala sikap
Ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara lain:
1)      Skala Likert
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh 5 respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya:
   SS  = Sangat setuju
S    = setuju
TB = Tidak berpendapat
TS = Tidak setuju
STS = Sangat tidak setuju

2)      Skala pilihan ganda
Skala ini bentuknya sperti soal bentuk pilihan ganda yaitu suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat.
Contoh :
Dalam suatu upacara bendera:
a.       Setiap peserta upacara harus dengan khidmat mengikuti jalannya upacara tanpa kecuali.
b.      Peserta diperbolehakan berbicara asal dalam batas-batas tertentu dan tidak menganggu jalannya upacara.
c.       Dalam keadaan terpaksa peserta boleh berbicara tetapi hanya dengan berbisik.
d.      Peserta boleh (merdeka) berbicara asal tertib.

Skala seperti ini dikembangkan oleh Inkels, seorang ahli penilaian di Stanford University.


3)      Skala Thurstone
Skala ini merupakan skala skala yang mirip skala Likert karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan.

1             2          3          4          5          6          6          7          8          9          10
A                        B         C         D         E          F          G         H         I           J           K
Very                                           neutral                                                 very
Favourable                                                                                 unfavourable

Pernyataan yang diajukan kepada responden disarankan oleh Thurstone kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari 5 butir.


4)      Skala Guttman
Skala ini sama dengan yang disusun oleh Bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila responden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1. Selanjutnya jika responden setuju dengan pernyataan nomor 3, berarti setuju pernyataan nomor 1 dan 2.

Contoh :
1.      Saya mengizinkan anak saya bermain ke tetangga.
2.      Saya mengizinkan anak saya pergi ke mana saja ia mau.
3.      Saya mengizinkan anak saya pergi kapan saja dan ke mana saja.
4.      Anak  saya bebas pergi ke mana saja tanpa minta izin terlebihh dahulu.

5)      Semantic Differential
Instrument yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawannya ini mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam kategori: baik-tidak baik, kuat-lemah dan cepat-lambat, atau aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak berguna. Dalam buku Osgood dikemukakan adanya 3 faktor untuk menganalisis skalanya:
a)      Evaluation (baik-buruk)
b)      Potency (kuat-lemah)
c)      Activity (cepat-lambat)
d)     Familiarity (tambahan Nunnaly)
Contoh :
Main Musik
Baik              1          2          3          4          5          6          7          Tidak Baik
Berguna        1          2          3          4          5          6          7          Tidak berguna
Aktif            1          2          3          4          5          6          7          Pasif

Cara ini dapat digunakan untuk mengetahui minat atau pendapat siswa mengenai sesuatu kegiatan atau topik dari suatu mata pelajaran.

6)      Pengukuran minat
Di samping menggunakan skala seperti dicontohkan di atas minat juga dapat diukur dengan cara seperti di bawah ini;

A.    Mengunjungi perpustakaan:       SS        S      B         AS       TS       STS
B.     Sandiwara                           :      SS         S      B         AS        TS       STS
Pilihan : senang, sampai dengan sangat tidak senang       dapat ditentukan sendiri seberapa suka. Boleh juga diteruskan sampai 11 angka.
           
  1. PENGUKURAN RANAH PSIKOMOTOR
Pengukuran ranah psikomotorik dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Misalnya penampilannya dalam mengguanakan thermometer diukur mulai dari pengetahuan mereka mengenai alat tersebut, pemahaman tentang alat dan penggunaanya (aplikasi), kemudian baru cara menggunakannya dalam bentuk keterampilan.
Untuk pengukuran yang terakhir ini harus diperinci antara lain: cara memegang, cara meletakkan,/menyelipkan ke dalam ketiak atau mulut, cara membaca angka, cara mengembalikan ke dalam tempatnya, dan sebagainya. Ini semua tergantung dari kehendak kita, asal tujuan pengukuaran dapat tercapai.
Instrumen yang digunakan mengukur keterampilan biasanya berupa matriks. Ke bawah menyatakan perperincian aspek (bagian keterampilan) yang akan diukur, ke kanan menunjukkan besarnya skor yang dapat dicapai.
Contoh: Instrumen untuk mengamati keterampilan praktek memasak (dalam skala 5)

Nama : A.                          Kelas:…………..



NO

KETERAMPILAN
SKOR
1

2

3
4
5

1.
2.
3.

4.
5.

6.

7.

Terampil menyiapkan alat
Tekun dalam belajar
Menggunakan waktu sangat efektif
Mampu bekerja sama
Memperhatikan keselamatan kerja
Memperhatikan kebersihan
Hasil masakan enak





X


X


X
X










X

X






X

Keseluruhan hasil sesuai dengan skor yang diperoleh,
Untuk A ini skornya adalah:

            5+3+2+3+3+5+4 = 25  = 3, 57
                        7                  7
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1995. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Daryanto, H. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar: