GEOMORFOLOGI
BALI
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali
terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Lintang Timur .
Geomorfologi berasal dari kata
“geo” dan “morfologi”, geo artinya bumi dan morfologi artinya bentuk muka bumi.
Jadi geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk muka bumi. Namun dalam
penekananya lebih mengutamakan pada bentuk-bentuk lahan. Di Bali ada beberapa
jenis bentukan lahan, sebagai berikut:
1.
Bentukan lahan asal vulkanis, merupakan
bentukan lahan yang bersumber dari aktivitas gunung berapi, saat terjadi
erupsi material-material yang muncul seperti lava, aglomerat, bom, lapili,
pasir dan tuffa. Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau
Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara
pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan
Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung Merbuk, Gunung
Patas, dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali
secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali
Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Selatan
dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali
terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%)
seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam
(>40%) seluas 132.189 ha. Pegunungan berelief halus sampai kasar, batuannya terdiri dari
endapan vulkanik dari Gunung Buyan - Beratan dan Gunung Batur berupa lahar
yang bersifat agak kompak dan batuan vulkanik dari Gunung Agung berupa tufa
dan lahar yang bersifat agak lepas. Daerah ini mempunyai kemiringan antara 0
- 70 % dan beberapa tempat memiliki kemiringan terjal, terutama pada tebing
sungai. Daerah ini terletak pada ketinggian antara 200 - 300 meter di atas
permukaan laut. Tingkat erosi permukaan tergolong kecil sampai besar,
sedangkan abrasi masih aktif untuk pegunungan berelief halus hingga sedang.
Lereng bagian utara dan tenggara Gunung Agung dan sekitar Gunung Batur
merupakan daerah rawan bencana. Di beberapa tempat, terutama di sekitar
lembah sungai yang berhulu di Gunung Agung merupakan daerah bahaya, yaitu
aliran lahar dingin dengan beberapa tempat merupakan daerah berkemungkinan
longsor. Aliran lahar dari Gunung Agung menyebar di pantai utara dari Desa
Tianyar sampai Desa Kubu.
|
2. Bentukan
lahan asal struktural, merupakan bentukan lahan yang terjadi akibat adanya
proses endogen (proses tektonik), proses ini meliputi pengangkatan, penurunan,
dan pelipatan kerak bumi, sehingga membentuk lipatan dan patahan. Selain itu
ada pula struktur horizontal yang lazimnya merupakan stuktur asli sebelum
mengalami perubahan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan untuk mendasari
interpretasi dan identifikasi bentuk struktur adalah perbedaan daya
tahan(resistensi), sifat kelolosan air, pola aliran pada bentukan struktur.
Perbedaan lapisan ini menyebabkan relief positif dan negative, yang positif
menghasilkan bentuk gunung atau bukit sedangkan yang negative menghasilkan
bentuk lembah atau cekungan. Di Bali daerah patahan yang berada di desa
Angseri, Kabupaten Tabanan menyebabkan keluarnya sumber air panas, di Kabupaten
buleleng yaitu di daerah Banjar juga terdapat air panas. Hal ini dikarenakan
oleh batuan di bawah gunung Watukaru yang sifatnya impermeable atau batuan yang
sulit ditembus magma, panas bumi keluar pada patahan di dua daerah tersebut.
3. Bentukan
lahan asal proses denudasional, merupakan bentukan lahan yang berasal dari
proses pelapukan(weathering), erosi, dan gerak masa batuan, dan proses
pengendapan(sedimentasi). Pelapukan merupakan pecahnya batuan akibat kerjasama semua
proses pada batuan baik secara mekanik, maupun kimia. Pelapukan yang terjadi
ini belum menyebabkan perpindahan partikel batuan ke tempat lain, dengan
terjadinya pelapukan tersebut maka merupakan awal terjadinya evolusi
bentuklahan khususnya dimulai dari evolusi lereng yang membatasi bentuklahan
tersebut. Ada 3
proses bentuklahan yaitu lereng utama mundur, lereng utama mengecil dan lereng
utama menjadi pendek. Pada umunya keadaan seperti ini terjadi di Bali pada daerah yang memiliki kemiringan terjal, seperti
daerah Kintamani dan Busungbiu.
4. Bentukan
lahan asal proses fluvial, merupakan bentukan lahan yang berasal dari
terjadinya erosi, transportasi dan proses pengendapan (sedimentasi). Erosi
sungai dapat berbentuk, (1) Hydraulic action yaitu menumbuk dan mengerus
material sungai sehingga material alluvial yang tidak kompak seperti krikil,
pasir dan lempung. (2) Korasi atau abrasi yaitu pelepasan secara mekanik
material alur sungai (kekuatannya lebih lemah daripada proses hidrolis). (3)
Korosi yaitu proses pelapukan secara kimia akibat reaksi asam dan solusi.
Transportasi sedimen sungai disebabkan oleh adanya kekuatan aliran sungai yang
sering dikenal dengan istilah kompetensi sungai, yaitu keceptan aliran tertentu
yang mampu mengangkut sedimen dengan diameter tertentu yang tergantung pada
debit air, material sedimen dan kecepatan aliran .berbagai contoh bentukan asal
proses fluvial seperti dataran alluvial, dasar sungai, rawa belakang, dataran
banjir, tanggul alam, lakustrin, ledok fluvial, gosong lengkung dalam, teras
fluvial, kipas alluvial, delta, igir aluvial. Pada umumnya di Bali Selatan
daerah Kotamadya Denpasar dan Badung merupakan daerah dataran Banjir, karena
ketinggian wilayah yang rendah dan pengendapan tanah alluvial yang dimanfaatkan
untuk daerah persawahan. Di kabupaten Tabanan juga terdapat dataran aluvial
dimana banyak terdapat endapan tanah vulkanik yang diakibatkan oleh adanya
erosi di daerah hulu, daerah Tabanan terkenal dengan julukan lambung padi
karena sebagian besar daerah persawahan berada pada kabupaten Tabanan dengan
memanfaatkan dataran aluvial ini.
5. Bentukan
lahan asal proses marin, merupakan bentukan lahan yang terjadi di daerah
pesisir pantai akibat dari proses tektonik, hasil letusan gunung berapi, dan
perubahan muka air laut. Berdasarkan morfologinya, daerah pesisir dapat
dikelompokkan kedalam 4 macam yaitu:(a)pesisir bertebing terjal(cliff).
(b)pesisir bergisik. (c)pesisir berawa payau. (d)terumbu karang.
pada bentang lahan pesisir (coastal
landscape) tercangkup perairan laut yang disebut dengan pantai atau tepi
laut, adalah suatu daerah yang meluas dari titik terendah air laut pada saat
surut hingga ke arah daratan sampai mencapai batas efektif dari gelombang.
pertemuan antara air laut dan daratan ini dibatasi oleh garis pantai (shore
line), yang kedudukannya berubah sesuai denga kedudukan pada saat pasang
surut, pengaruh gelombang dan arus laut perairan wilayah pantai merupakan salah
satu ekosistem yang sangat produktif di perairan laut. ekosistem ini
dikenal sebagai ekosistem yang dinamik dan unik, karena pada mintakat ini
terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang berasal daratan, perairan laut dan
udara. kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang terangkut sungai
dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan dari batuan pembentuk tebing
pantainya. kekuatan dari darat ini sangat beraneka. sedang kekuatan yang
berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan
arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang mengakibatkan
gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan.
Daerah bandara Ngurah Rai sampai
jimbaran, garis pantai yang terhubung dengan bukit badung merupakan daerah
rawa-rawa atau payau dimana terdapat berbagai jenis hutan mangrove. Daerah
seperti ini terbentuk oleh adanya sedimen material berbutir halus dan pantai yang relative dangkal.
Di Bali bagian selatan memilki
fenomena pantai yang sangat indah seperti di pantai Nusa Dua yang memiliki
pasir putih, hal ini terjadi karena
abrasi yang terjadi pada batuan karst di daerah tersebut. Beda halnya dengan
pantai-pantai yang umumnya ada di daerah bali yang memiliki pantai berpasir hitam.
seperti di pantai soka yang ada di Tabanan, lovina yang ada di Buleleng.
6. Bentukan
lahan asal proses angin (aeolin), merupakan bentukan lahan yang berasal
pengikisan yang dilakukan oleh aktivitas angin, seperti pengangkatan pasir yang
halus. Jarang ditemukan di daerah Bali, karena di Bali angin tidak begitu
kencang seperti di daerah pantai Parangtritis, Yogyakarta .
Vegetasi penutup yang ada di pantai Bali pada
umumnya sangat rapat dan obyek-obyek lain seperti bangunan dan bukit yang
menjadi penghalang untuk proses aeolin ini.
7. Bentukan
lahan asal proses pelarutan, merupakan bentukan lahan yang terbentuk di daerah
kapur, karena batuan-batuan kapur
yang mudah terlarut. Hidrogeologi Karst (Karst hydrogeology), Beberapa lokasi
di Bali yang mempunyai kawasan karst yang
berkembang antara lain: Pulau Bali bagian selatan seperti di Pecatu, Jimbaran. Di
pulau Nusa Penida juga daerah karst karena memiliki batuan gamping yang
melimpah. Bukit karst yang berbentuk: kerucut, kubah, dan ellipsoid. Bali
sangat beruntung memiliki Kawasan Perbukitan Karst Jimbaran karena tidak setiap
daerah memiliki bentuk bentang lahan tersebutTemuan Gua Hunian Manusia di
Kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran Potensi Pengembangan Berbagai
KeilmuanMelihat potensi temuan arkeologi pada beberapa gua di kawasan kampus
UNUD Bukit Jimbaran, membuka peluang untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai
tempat studi lapangan yang terbuka (laboratorium lapangan). Terlebih lagi
lokasi tersebut masuk dalam kawasan konservasi UNUD yang melindungi bentang
lahan karst beserta flora fauna yang hidup di wilayah tersebut.Studi temuan
tulang dan gigi binatang dapat dijadikan kajian tentang bahan pangan masa lalu
serta sejarah domestikasi binatang di Bali .
Demikian juga temuan tersebut ditambah dengan temuan cangkang kerang dapat
dilakukan studi paleontologi dan biologi khususnya terkait pola subsistensi
manusia masa lalu di kawasan karst. Termasuk juga kajian makluk hidup yang ada
sekarang di kawasan karst. Speleologi atau ilmu tentang gua dapat dikembangkan
di Bali dengan potensi gua yang melimpah
wilayah ini. Kajian speleologi meliputi: kajian speleogenesa (mulajadi gua),
speleokronologi (urutan kejadian dari pembentukan hingga perkembangan gua),
speleomorfologi (bentukan di dalam gua), biospeleologi (biota gua),
sedimentologi dan mineralogi gua serta iklim-mikro gua. Aspek air dan sungai bawah
tanah dapat dijadikan kajian hidrologi yang lebih mengkhususkan terhadap air
permukaan dan bawah tanah, termasuk keberadaaan, sirkulasi, distribusi,
sifat-sifat fisika dan kimia serta interaksinya terhadap lingkungan. Kajian
antarbidang dalam satu kawasan akan menambah kasanah keilmuan. Bukan hanya
bidang studi yang bersangkutan, tetapi juga bidang studi lain yang memiliki
kompetensi yang sama yaitu terkait idealisme penelitian. Sehingga akhirnya
kasanah kajian terhadap gua-gua hunian dan lingkungannya di Kampus Bukit akan
lebih multidisiplin dan lintas bidang.
Sumber:
http://www.fitb.itb.ac.id/kk-geologi-terapan/?page_id=280
diakses tanggal 26 Oktober 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Bali
diakses tanggal 27oktober 2009
* - ,2006b, Gua-gua Hunian di Perbukitan Jimbaran: Sejak Prasejarah sampai Zaman Jepang, Makalah pada Seminar Nasional Seri Sastra, Sosial, dan Budaya Fakultas Sastra UNUD pada 15 Desember 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar